
JAKARTA, BritaHUKUM.com:Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Prof Asep Mulyana, mengabulkan 6 permohonan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ) dari sejumlah kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) di Indonesia.
JamPidum Asep Nana Mulyana (Foto. IST)
Jampidum Asep Mulyana, di Jakarta, Senin (16/6/2025), mengungkapkan, keenam perkara tersebut adalah:
1. Tersangka Moh Daeng Lanusu dari Kejaksaan Negeri Alor, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka I Miraychelle Afrill Yo Tatamang dan Tersangka II Kevin Tolinggi dari Kejaksaan Negeri Bitung, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
3. Tersangka Yulius Wempidius Tafuli dari Kejaksaan Negeri Timor Tengah Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Yanes Bulan dari Kejaksaan Negeri Rote Ndao, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka Welem Bako dari Kejaksaan Negeri Rote Ndao, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka T Muhammad Haikal bin Alm. T Nurdin dari Kejaksaan Negeri Simeule, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka belum pernah dihukum;
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya Jampidum Asep Mulyana memerintahkan para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. (bha/agazali).