JAKARTA, BritaHUKUM.com : Tindakan tegas, terukur dan tanpa pandang bulu dalam pemberantasan korupsi, kembali dilakukan tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), menahan 8 Tersangka ‘Korupsi Berjamaah’ pemberian kredit ke PT Sri Rejeki Isman, Tbk atau Sritex dan entitas anak usahanya.
Kejaksaan Agung Tahan 8 Tersangka Kredit PT Sritex. (Ft: IST)
Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna SH MH, bersama Direktur Penyidikan, Nurcahyo Jungkung SH MH, di Kejagung Jakarta, Senin malam (21/7/2025), menyebutkan bahwa setelah menetapkan sebagai tersangka, tim penyidik langsung menahan delapan orang.
“Delapan tersangka ini terkait perkembangan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten dan PT Bank DKI Jakarta,” ujar Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna.
Menurut Anang Supriatna, delapan orang Tersangka tersebut ditetapkan karena ditemukan alat bukti yang cukup telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten serta PT Bank DKI Jakarta kepada PT Sritex.
2. Tersangka BFW selaku Direktur Kredit UMKM merangkap Direktur Keuangan PT Bank DKI tahun 2019 s.d. 2022.
3. Tersangka PS selaku Direktur Teknologi dan Operasional PT Bank DKI Jakarta periode 2015 s.d. 2021.
4. Tersangka YR selaku Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten periode 2019 s/d Maret 2025.
5. Tersangka BR selaku Senior Executive Vice Presiden (SEVP) Bisnis PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Periode 2019 s/d 2023.
6. Tersangka SP selaku Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah periode 2014 s.d. 2023.
7. Tersangka PJ selaku Direktur Bisnis Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah Periode 2017 s/d 2020.
8. Tersangka SD selaku Kepala Divisi Bisnis Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah Periode 2018 s/d 2020.
Adapun peran beberapa tersangka dalam kasus tersebut adalah :
Tersangka AMS selaku Direktur Keuangan PT Sritex periode 2006 hingga 2023, sebagai penanggungjawab keuangan Perusahaan termasuk untuk urusan kredit ke pihak perbankan, berperan menandatangani permohonan kredit pada Bank DKI Jakarta, memproses permohonan pencairan kredit dengan underlying berupa invoice fiktif, serta menggunakan uang pencairan kredit dari Bank DKI tidak sesuai dengan peruntukannya (modal kerja).
Melainkan menggunakan uang pencairan kredit tersebut untuk melunasi hutang MTN (medium term note).
Tersangka BFW selaku Direktur Kredit UMKM merangkap Direktur Keuangan PT Bank DKI Jakarta Tahun 2019 hingga 2022, selaku pejabat pemegang kewenangan memutus kredit bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terhadap suatu MAK.
Selaku Direksi Komite A2 (kewenangan Rp 75 miliar hingga Rp 150 miliar) tidak mempertimbangkan adanya kewajiban Medium Term Note PT. Sritex pada BRI yang akan jatuh tempo, tidak Meneliti pemberian kredit PT. Sritex sesuai norma umum perbankan dan ketentuan bank, dan memutus pemberian Kredit PT. Sritex dengan Fasilitas Jaminan Umum Tanpa Kebendaan walapun PT. Sritex tidak termasuk Kategori Debitur Prima.
Tersangka PS selaku Direktur Teknologi dan Operasional PT Bank DKI Jakarta Periode 2015 hingga 2021, selaku Pejabat Pemegang Kewenangan memulus kredit bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terhadap suatu MAK, selaku Direksi Komite A2 (Kewenangan Rp75 miliar – Rp150 miliar) tidak mempertimbangkan adanya kewajiban medium Term Note PT Sritex pada BRI yang akan jauh tempo, tidak meneliti pemberian kredit PT Sritex sesuai norma umum perbankan dan ketentuan bank, dan memutus kredit PT Sritex dengan Fasilitas Jaminan Umum Tanpa Kebendaan walaupun PT Sritex tidak termasuk kategori debitur prima.
Tersangka YR selaku Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten periode 2019 hingga Maret 2025 berperan sebagai komite kredit komite pemutus yang memutuskan untuk memberikan penambahan plafon kredit kepada PT Sritex sebesar Rp350 miliar rupiah.
Pemberian penambahan plafon tersebut dilakukan meskipun Ia mengetahui dalam rapat komite kredit pengusul MAK, menyampaikan bahwa PT Sritex dalam laporan keuangannya tidak mencantumkan kredit existing sebesar Rp200 miliar, dan pada saat itu MTN PT Sritex akan jatuh tempo sehingga diusulkan pemberian kredit baru akan disetujui setelah PT Sritex membayar MTN yang jatuh tempo.
Tersangka BR selaku Senior Executive Vice President (SEVP) PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten periode 2019 hingga 2023, berperan sebagai Komite Kredit Kantor Pusat IV (KK-KP IV) memiliki kewenangan untuk memutus nilai kredit modal Rp200 miliar, tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai komite kredit sesuai dengan prinsip 5C (character, capacity, capital, collateral, and condition.
Tersangka SP selaku Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah periode 2014 hingga 2023, berperan sebagai pejabat pemegang kewenangan memutus kredit bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terhadap suatu MAK.
Dia tidak membentuk Komite Kebijakan Perkreditan atau Komite Kebijakan Pembiayaan (KKP) dan Komite Pembiayaan (KK) pada Pemberian fasilitas kredit modal kerj fantai pasok (SCF) kepada PT Sritex.
Selain itu, juga menyetujui pemberian kredit kepada PT Sritex walaupun mereka mengetahui kewajiban PT Sritex lebih besar dari aset yang dimiliki sehingga kredit tersebut beresiko, menyetujui dan menandatangani usulan Memorandum Analisa Kredit yang diajukan oleh PT Sritex tanpa dilakukan verifikasi secara langsung terhadap kebenaran Laporan Keuangan Audited PT Sritex 2016 hingga 2018.
Melainkan hanya melakukan analisa terhadap data-data yang disajikan dalam Laporan Keuangan tersebut.
Serta, tidak melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh analisis kredit.
Selanjutnya, tersangka PJ selaku Direktur Bisnis Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah periode 2017 hingga 2020, berperan sebagai pelaku Pejabat Pemegang kewenangan memutus kredit bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terhadap suatu MAK, tidak membentuk Komite Kebijakan Perkreditan atau Komite Kebijakan Pembiayaan (KKP) dan Komite Pembiayaan (KK) pada Pemberian fasilitas kredit modal kerja rantai pasok (SCF) kepada PT Sritex.
Tersangka PJ juga menyetujui pemberian kredit kepada PT Sritex walaupun mereka mengetahui kewajiban PT Sritex lebih besar dari aset yang dimiliki sehingga kredit tersebut beresiko, menandatangani usulan Memorandum Analisa Kredit yang diajukan oleh PT Sritex tanpa dilakukan verifikasi secara langsung terhadap kebenaran Laporan Keuangan Audited PT Sritex 2016-2018, melainkan hanya melakukan analisa terhadap data-data yang disajikan dalam Laporan Keuangan tersebut, serta tidak melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh analisis Kredit.
Sedangkankan tersangka SD selaku Kepala Divisi Bisnis Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah periode 2018 hingga 2020, tidak memastikan terselenggaranya kegiatan operasional Bank yang sesuai dengan manajemen risiko dan melaksanakan kegiatan pengelolaan manajemen risiko oleh seluruh unit kerja Bank Jateng.
Selain itu, kajian risiko tidak ditindaklanjuti oleh Analis Kredit melalui mekanisme Trade Checking dan dalam menyusun analisa kredit dibuat dengan data yang tidak diverifikasi dan diyakini kebenarannya terkait data buyer dan supplier data keuangan, sehingga analis belum melakukan perhitungan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Adapun pasal yang disangkakan terhadap delapan orang Tersangka yakni melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (bha/kp/agb468).