
JAKARTA, BritaHUKUM.com : Terkait impor gula Tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jam-Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita uang sebesar Rp 565,3 miliar pada Kementerian Perdagangan (Kemendagri) tahun 2015 – 2016. Penyitaan ini juga sebagai upaya Kejaksaan memulihkan kerugian negara dalam kasus korupsi gula.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik Jam-Pidsus) Abdul Qohar (Foto: Istimewa).
Hal tersebut disampaikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik Jam-Pidsus) Abdul Qohar bersama Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar di Kejaksaan Agung, Selasa (25/02/2025).
Dari Rp565,3 miliar tersebut disita penyidik dari 9 orang tersangka dan telah mengembalikannya kepada penyidik.
Mereka adalah :
2. TWN, Dirut PT Angels Products. Dia telah mmengembalikan uang hasil korupsi impor gula sebesar Rp150,8 miliar pada 7 Februari 2025.
2. WN, Presdir PT Andalan Furnindo, yang mengembalikan uang hasil korupsi keuangan sebesar Rp60,9 miliar dalam 2 tahap, yakni pada 5 Februari 2025 sebesar Rp30,5 miliar dan pada 11 Februari 2025 sebesar Rp30,4 miliar.
3. HS, Dirut PT Sentra Usahatama Jaya,
mengembalikan uang sebesar Rp41,3 miliar dalam 2 tahap, yakni 5 Februari 2025 Rp20,7 miliar dan 11 Februari 2025 Rp20,6 miliar.
4. IS, Dirut PT Medan Sugar Industry,
mengembalikan uang sejumlah Rp77,2 miliar dalam 2 tahap, yakni 5 Februari 2025 sebesar Rp38 miliar dan 11 Februari 2025 sebesar Rp38 miliar.
5. TSEP, Direktur PT Makassar Tene,
mengembalikan uang sebesar Rp39 miliar pada 3 Februari 2025.
6. HAT, Direktur PT Duta Sugar International,
mengembalikan uang sebesar Rp41,2 miliar pada 7 Februari 2025.
7. ASB, Dirut PT Kebun Tebu Mas mengembalikan uang sebesar Rp47l,8 miliar pada 20 Februari 2025.
8. HFH, Dirut PT Berkah Manis Makmur mengembalikan uang sebesar Rp74l,5 miliar dalam 2 tahap, yaitu pada 31 Januari 2025 sebesar Rp34,5 miliar dan 5 Februari 2025 sebesar Rp40 miliar.
9. ES, Direktur PT Permata Dunia Sukses Utama mengembalikan uanga sebesar Rp32 miliar pada 3 Februari 2025.
Dikatakan penetapan kesembilan tersangka ini merupakan pengembangan kasus dugaan korupsi yang lebih dulu membelit mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI), Charles Sitorus.
Disrdik JamPidsus Abdul Qohar menjelaskan, kesembilan perusahaan tersebut dapat melakukan impor gula kristal mentah (GKM) untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP) karena mendapat persetujuan dari Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong selaku Mendag saat itu.
Padahal berdasarkan Rapat Koordinasi (Rakor) antarkementerian tanggal 12 Mei 2015, telah disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor, terang Abdul Kohar.
Akan tetapi pada tahun 2015, Mendag Thomas Lembong memberikan izin Persetujuan Impor (Pl) GKM untuk diolah menjadi GKP, dimana dalam pemberian izin impor kepada 9 perusahaan tersebut menyalahi aturan, papar Abdul Kohar.
PasalnyaAbdul Kohar menambahkan, sesuai Keputusan Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian Nomor 527 Tahun 2004, yang diperbolehkan impor GKP adalah BUMN yang ditunjuk.
Selain itu, persetujuan impor GKM tersebut tidak melalui Rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) guna mengetahui kebutuhan gula dalam negeri.
Suksesnya impor gula ini setelah Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, Charles Sitorus, memerintahkan Staf Senior Manager Bahan Pokok PT PPI untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan gula swasta.
Kedelapan perusahaannya yakni PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI.
Pertemuan berlangsung di Gedung Equity Tower, SCBD, Jakarta Selatan (Jaksel), sebanyak empat kali. “Pertemuan guna membahas rencana kerja sama impor GKM menjadi GKP antara PT PPI dan delapan perusahaan gula swasta, yang juga atas sepengetahuan dan Direktur Utama PT PPI saat itu,” ujarnya.
Pada bulan Januari 2016, Thomas Lembong menandatangani Surat Penugasan kepada PT PPI untuk melakukan pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula, melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri untuk memasok atau mengolah GKM impor menjadi GKP sebanyak 300 ribu ton.
“Penugasannya baru belakangan setelah dilakukan rapat 4 kali untuk ditunjuk sebagai impor gula,” ujar Abdul Kohar.
Selanjutnya, PT PPI membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan gula swasta ditambah satu perusahaan swasta lainnya yaitu PT KTM.
Abdul Qohar mengungkapkan, meskipun seharusnya dalam rangka pemenuhan stok gula dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah GKP secara langsung dan yang dapat melakukan impor hanya BUMN, yang ditunjuk, dalam hal ini PT PPI.
Atas sepengetahuan dan persetujuan Thomas Lembong, Persetujuan Impor GKM ditandatangani untuk sembilan perusahaan swasta.
“Sebelum ada penantangan kontrak, ke-8 perusahaan tersebut sudah diundang lebih dahulu, sudah diberitahu bahwa mereka nanti yang akan melakukan pengadaan gula kristal mentah,” ujarnya.
Abul Qohar juga mengatakan, seharusnya untuk pemenuhan stok dan stabilisasi harga gula nasional, yang diimpor adalah GKP secara langsung.
“Selain itu, Persetujuan Impor dari Kemendag diterbitkan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian dan tanpa rapat koordinasi dengan instansi terkait,” ujarnya.
Perusahaan swasta yang mengolah GKM menjadi GKP itu, hanya memiliki izin industri sebagai produsen Gula Kristal Rafinasi (GKR) yang diperuntukkan bagi industri makanan, minuman, dan farmasi.
Setelah perusahaan swasta tersebut mengimpor dan mengolah GKM menjadi GKP, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut, padahal gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta kepada masyarakat melalui distributor dengan harga Rp16.000 per kg, lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp13.000 per kg, dan tidak dilakukan melalui operasi pasar.
“Dari pengadaan dan penjualan GKM yang diolah menjadi GKP, PT PPI mendapatkan fee dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengolah GKM sebesar Rp105 per kg,” tandasnya.
Ulah Thomas Lembong, Charles Sitorus, dan kesembilan perusahaan tersebut telah merugikan keuangan negaraRp578.105.411.622,47. “[Kerugian keuangan negaranya] adalah Rp578.105.411.622,47,” kata Abdul Qohar.
Abdul Kohar juga mengungkapkan, awalnya kerugian keuangan negara akibat korupsi impor gula di Kemendag sekitar Rp400 miliar.
Kerugian keuangan negara sekitar Rp400 miliar saat itu, didapat setelah pihakanya melakukan gelar perkara bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Dituangkan dalam risalah hasil ekspos, sehingga kami yakin, setelah kami ekspos dengan BPKP waktu itu ditemukan kerugian sekitar Rp400 milir,” katanya.
Ia menjelaskan, jumlah kerugian keruangan keuangan negara dalam kasus dugaan korupsi impor gula tahun 2015–2016 tersebut bertambah setelah data-data dan betambahnya 9 tersangka baru.
“Seiring dengan perkembangan karena data terus di-update oleh penyidik dan pehitungan terus dilakukan oleh BPKP. Setelah 9 perusahaan ini masuk semua, ternyata kerugiannya lebih dari Rp400 milir,” katanya.
Jumlah kerugian negaranya sebesar Rp578 miliar sesuai hasil perhitungan BPKP. “Ini sudah fiks nyata, riil,” ujarnya seraya menambahkan bahwa semua tersangka sudah ditahan.
Kejagung menyangka Thomas Trikasih Lembong dan Charles Sitorus, TWNG, WN, AS, IS, TSEP, HA, ASB, HFH, dan ES melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (bha/kp/agazali).