
SAMARINDA, BritaHUKUM.com : Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kutai Barat (Kubar), Kalimantan Timur (Kaltim) akhirnya menjatuhkan vonis bebas terhadap Terdakwa Eronius Tenaq (ET) dalam perkara dugaan pemalsuan surat tanah, dalam sidang pembacaan vonis digelar di Pengadilan Negeri Kutai Barat, Rabu (14/5/2025).
Sidang pembacaan vonis kasus pemalsuan surat tanah di PN Kubar, Rabu (14/5/2025). (Foto: Istimewa).
Majelis Hakim yang dipimpin Firmansyah Roni, SH sebagai Ketua Majelis Hakim dalam membacakan amar putusannya, didampingi Pande Tasya, SH dan Buha Ambrosius Situmorang, SH selaku hakim anggota menyatakan Terdakwa ET tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah dalam tindak pidana sebagai mana dalam dakwaan ke satu dan dakwaan alternatif JPU.
“Oleh karena itu membebaskan Terdakwa ET dari seluruh dakwaan JPU dan memulihkan nama baik Terdakwa ET dan memulihkan harkat dan martabatnya,”ucap majelis hakim dalam amar putusannya.
Sebelumnya Jaksa Penubtut Umum dari Kejaksaan Negeri Kubar dalam tuntutan menyebut terdakwa ET, sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 263 ayat (2) KUHP dakwaan alternatip. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Eronius Tenaq selama 2 Tahun penjara dengan dikurangi selama terdakwa dalam tahanan.
PH, Terdakwa dan Keluarga foto bersama usai trrdakwa di vonis bebas (Foto : Istimewa).
Putusan bebas hakim terhadap terdakwa ET disambut sukacita terdakwa dan keluarga terdakwa yang memadati ruang sidang.
Selaku Penasihat Hukum Terdakwa, Yahya Tonang Tongqing, SH., menyambut positif vonis bebas atas kliennya. “Client kami divonis bebas, kami berterima kasih kepada majelis hakim yang kami anggap sudah sangat profesional,” ujar Yahya Tonang, Sabtu (17/5/2025).
Yahya Tonang Tongqing, SH (Foto: bha)
Kuasa Hukum terdakwa ET, Yahya Tonang atau yang lebih dikenar Mr Bruk juga mengapresiasi, DR Aris Irawan, SH. MH selaku Ahli Pidana dari Universitas Borneo Tarakan sebagai Ahli Pidana yang meringankan Terdakwa. Keterangan Ahli sudah sesuai dengan kebenaran meteril yang merupakan tujuan yang dicita-citakan dari hukum pidana itu sendiri.
Persoalan terkait Delik Pemalsuan Surat Pasal 263 Ayat (1) dan (2) sebagaimana yang ditujukan dalam dakwaan, menurut Yahya Tonang, sudah memberikan penjelasan secara maksimal.
“Sesuai dengan keilmuan yang saya miliki dan tuntutan terhadap Terdakwa seharusnya dibuktikan dengan mengutamakan kebenaran materil dari pada kebenaran formil yang ada. Bahwa untuk menguji suatu dokumen itu palsu sesuai dengan ketentuan UU Hukum Pidana harus di uji Laboratorium Forensik sesuai dengan kaidah keahlian di bidang itu, tidak bisa kita menguji suatu dokumen yang dinyatakan palsu itu hanya dengan dokumen lain sekalipun itu sebuah sertifikat tanah yang dikeluarkan oleh BPN,” jelas Yahya Tonang
Sebagaimana yang Ahli jelaskan di dalam Persidangan tujuan utama Pasal 263 KUHP, baik ayat 1 maupun ayat 2, adalah untuk melindungi kebenaran dan keabsahan surat-surat, serta menjaga kepercayaan masyarakat terhadap dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah, yaitu sesuai sejarahnya di zaman Belanda yaitu melindungi surat resmi Belanda. Sehingga Pasal 263 KUHP secara khusus mencegah pemalsuan surat yang dapat menimbulkan hak, kewajiban, atau pembebasan hutang, serta penggunaan surat palsu seolah-olah asli yang dilindungi Lembaga yang mengeluarkannya. Sehingga tidak mungkin dibandingkan dengan sertifikat tanah yang jelas alamat dan letaknya sudah berbeda. Dengan demikian SPPT yang dibuat dengan proses yang benar, dikeluarkan oleh Lembaga yang berwenang sekalipun ada isinya yang tidak benar, harus di selesaikan dengan proses administrasi bukan memidanakan atau mengkriminalkan orangnya, baik yang membuat atau yang menggunakan, terang Yahya Tonang.
Ada asas dalam hukum pidana yang harus menjadi pertimbangan Hakim misalnya Asas “In Dubio Pro Reo”, yang dalam bahasa Indonesia berarti “dalam keraguan, Hakim berpihaklah pada terdakwa”.
Asas ini menyatakan bahwa jika hakim memiliki keraguan tentang bersalah atau tidaknya terdakwa, maka harus diputus menguntungkan terdakwa, yaitu dibebaskan dari dakwaan, pungkas Yahya Tonak Kuasa Hukum Terdakwa. (bha/agazali).