SAMARINDA, Brita HUKUM : Gugatan Praperadilan terhadap Kepolsian Republik Indonesia cq Kapolda Kalimantan Timur (Kaltim) oleh James Bastian Tuwo, SH di Pengadilan Negeri Balikpapan, menghadirkan Keterangan Ahli Pidana, Ivan Zairani Lisi SH, S Sos, M Hum, Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Mulawarman.

Pemohon Praperadilan James Bastian Tuwo didampungi Penasihan Hukum (IST)
Perkara Praperadilan dengan nomor 13/Pid. Pra/2025/PN.Bpn, pada sidang, Kamis (12/9/2025) menghadirkan Keterangan ahli dimana secara tertulis dibacakan oleh Kuasa Humum Pemohon James Bastian Tuwo, Muhammad Japar, SH dan Jihim, SH, para Advokat/Konsultan Hukum pada Kantor Advokat /Konsultan Hukum Jihim dan Rekan.
Keterangan Ahli yang disampaikan dimana jawaban terkait Surat Perintah Penghentian Penyidikan SP3 sebagaimana
atas pemohon James Bastian Tuwo, terhadap Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan SPPP/ 36.a/IX / RES .1.92023/Ditreskrimum (SPPP) tertanggal 29 September 2023.
Ivan Zairani Lisi, menjelaskan pengalaman dalam memberikan keterangan Ahli Pidana,
baik di tingkat Pengadilan Negeri, maupun dihadapan penyidik baik di Polda Kaltim, Polda Kaltara, baik terkait perkara kasus Tindak Pidana Korupsi, tindak pidana pemilu, Kehutanan, tindak pidana penipuan, Penggelapan, tindak pidana pertambangan, tindak pidana pengrusakan barang, tindak pidana memasuki perkarangan, tindak pidana perdagangan orang, tindak pidana transaksi elektronik, tindak pidana anak, Tindak Pidana Narkotika dan lain-lainnya.
Pertanyaan mengenai, bagaimana seseorang dapat ditetapkan sebagai tersangka?, Ahli menjawab bahawa, ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka, maka setidaknya penyidik telah memiliki 2 (dua) alat bukti yang syah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Dalam Pasal 184 KUHAP ada 5 jenis alat bukti yang syah yaitu (1) keterangan saksi (2) keterangan ahli (3) surat/dokumen (4) petunjuk (5) keterangan terdakwa.
Mengenai alasan bisa diterbitkannya suatu SP3, ahli mengatakan bahwa, diterbitkannya penetapan tersangka oleh penyidik telah melalui proses penyidikan, meskipun dalam kasus tertentu yaitu tertangkap tangan maka penetapan tersangka tidak dilakukan melalui proses penyidikan.
Jika mengacu pada Pasal 1 angka 2 KUHAP maka penyidikan merupakan rangkaian tindakan penyidik untuk mengumpulkan alat bukti sehingga membuat terang sebuah tindak pidana serta menemukan tersangkanya. Jadi penetapan tersangka pasti dilakukan setelah penyidik menemukan alat bukti, terang Ivan dalam keterangan tertulisnya.
Setelah seseorang ditetapkan sebagai tersangka, ternyata ada hak penyidik untuk menerbitkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). SP3 ini terbit ketika sudah adanya penetapan seseorang sebagai tersangka.
Jika mengacu pada KUHAP, maka tentang SP3 ini hanya diatur dalam 1 pasal dan 1 ayat yaitu Pasal 109 ayat (2) yang bunyi lengkapnya :
“Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntu umum, tersangka atau keluarganya”.
Dari norma di atas jika kita kaji, maka alasan terbitnya SP3 itu ada tiga yaitu :
Tidak cukup bukti, Peristiwa tersebut bukan tindak pidana, demi hukum.
SP3 merupakan salah satu objek praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 dan Pasal 77, juncto PERMA 4/2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan.
Atas terbitnya SP3, pelapor atau kuasanya dapat melakukan permohonan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri. Dalam mengajukan permohonan gugatan praperadilan, ada permintaan yang ditujukan kepada hakim untuk membatalkan SP3 dan mememerintahkan untuk meneruskan penyidikan. (bha).






