
JAKARTA, BritaHUKUM.com : Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Prof Dr Asep Nana Mulyana SH MHum jembali mengabulkan 14 permohonan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ), dua diantaranya adalah perkara narkoba.
JamPidum Asep Nana Mulyana (Foto: Istimewa)
Kedua perkara narkoba tersebut adalah :
1. Tersangka dari Dikko Damar Aranditto Bin Hasnul Kabri Kejaksaan Negeri Pontianak, yang disangka melanggar Kesatu Pasal 114 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Kedua Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Ketiga Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
2. Tersangka Abdul Rahman dari Kejaksaan Negeri Lombok Tengah, yang disangka melanggar Kesatu Pasal 114 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Kedua Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Ketiga Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Jampidum Asep Mulyana di Jakarta, Selasa (18/3/2025), menyatakan bahwa sebelumnya terhadap perkara-perkara tersebut telah dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual.
Alasan disetujuinya permohonan rehabilitasi terhadap para Tersangka yaitu:
• Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik, para Tersangka positif menggunakan narkotika;
• Berdasarkan hasil penyidikan dengan menggunakan metode know your suspect, para Tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir (end user);
• Para Tersangka tidak pernah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO);
• Berdasarkan hasil asesmen terpadu, para Tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau penyalah guna narkotika;
• Para Tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali, yang didukung dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang;
• Para Tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar, dan kurir terkait jaringan narkotika.
Sedangkan untuk 12 permohonan RJ lainnya adalah :
1. Tersangka Thomas Gildus Feka alias Tomi anak dari Antonius Feka dari Kejaksaan Negeri Malinau, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
2. Tersangka Yayan Budianto alias Putra bin Alm. Hosman dari Kejari Tabalong, melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Sri Ratno bin (Alm) Suparno dari Kejari Wonogiri, melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Mardiana binti (Alm) Lahadi dari Kejari Tarakan, melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka Marjuki alias Bogel bin Alm Sutrisno dari Kejari Gunung Kidul, melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
6. Tersangka Heri Indriyanto bin Heri Mulyono (Alm) dari Kejari Yogyakarta, melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
7. Tersangka Jason Kevin Wicaksono alias Kevin bin Jimmy Bambang Suroso dari Kejari Purwokerto, melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
8. Tersangka Eliwati alias Eli alias Icol binti Hamid Layong dari Kejari Tarakan, melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
9. Tersangka I Maskam alias Kam bin Siun, Tersangka II Agus Mayadi Alias Agus bin Udin, Tersangka III Subaidi alias Bedi bin Mahidi dari Kejari Lombok Timur, melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
10. Tersangka Ismail Madjid bin Sukarmin dari Kejari Grobogan, melanggar Pasal 363 Ayat (1) Angka 3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
11. Tersangka Khairurraziqin alias Ros bin Haji Muh. Ali dari Kejari Lombok Timur, melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
12. Tersangka A. Nur Ichsan bin Sumi (Alm) dari Kejari Grobogan, melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini, antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka belum pernah dihukum;
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya Jampidum Asep Mulyana memerintahkan para Kajari untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. (bha/kp/agazali).