
JAKARTA, BritaHUKUM.com : Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, Kamis (07/8/2025), melalui gelar perkara (ekspose) secara virtual, mengabulkan 11 berkas perkara permohonan Penghentian Perkara berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
JamPidum Asep Nana Mulyana (Foto: Istimewa)
Ada 11perkara tersebut terdiri dari 9 perkara pidana umum biasa, dan 2 berkas perkara narkoba.
Salah satu perkara yang disetujui penyelesaiannya melalui mekanisme keadilan restoratif adalah terhadap Tersangka Suriyansyah bin Ismail, dari Kejaksaan Negeri Paser, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur (Kaltim) yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang pencurian.
Perkara ini bermula pada Senin, 19 Mei 2025 sekitar pukul 00.10 WITA. Saat itu, Tersangka Suriyansyah bin Ismail melewati Jalan Yos Sudarso, Tanah Grogot, dan melihat sebuah handphone tergeletak di trotoar depan Masjid Abu Bakar.
Tanpa izin, Tersangka mengambil handphone tersebut dan membawanya pulang. Pemilik handphone, Wawan Wandha, mengalami kerugian sebesar Rp6.000.000.
Pada 28 Mei 2025, Tersangka ditangkap di rumahnya oleh petugas Kepolisian Resor Paser. Perbuatan Tersangka memenuhi unsur pidana pencurian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 362 KUHP.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Paser Abdul Muis Ali, S.H., M.H, Kasi Pidum Zakaria Sulistiono, S.H. dan Jaksa Fasilitator Geraldo Ivander Sitorus, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Proses perdamaian telah dilakukan secara sukarela antara Tersangka dan korban pada 24 Juli 2025, tanpa syarat.
Tersangka belum pernah dihukum, baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan menyatakan tidak akan mengulanginya.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Paser mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur Dr. Supardi, S.H., M.H.
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka belum pernah dihukum;
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya Jampidum Asep Mulyana memerintahkan para Kepala Kejaksaan Negeri menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum.
Sedangkan 2 berkas perkara narkoba adalah :
1.Tersangka M. Alwi Rahman als Alwi bin Alfianoor dan M. Adi Adriani als Adi bin Amrullah dari Kejaksaan Negeri Balangan, yang disangka melanggar Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Kedua Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
2.Tersangka Alfianor als Alfi bin Muhyar (Alm) dari Kejaksaan Negeri Balangan, yang disangka melanggar Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Kedua Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Alasan disetujuinya permohonan rehabilitasi terhadap para Tersangka yaitu:
• Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik, para Tersangka positif menggunakan narkotika;
• Berdasarkan hasil penyidikan dengan menggunakan metode know your suspect, para Tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir (end user);
• Para Tersangka tidak pernah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO);
• Berdasarkan hasil asesmen terpadu, para Tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau penyalah guna narkotika;
• Para Tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali, yang didukung dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang;
• Para Tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar, dan kurir terkait jaringan narkotika.
Selanjutnya Jampidum Asep Mulyana memerintahkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Balangan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
“Hal ini berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa,” pungkas JAM-Pidum. (bha/kp/agazali)