
JAKARTA, BritaHUKUM.com : Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JamPidum) Kejaksaan RI, Prof Dr Asep Nana Mulyana SH MHum, menyetujui 8 Perkara Pidana Umum dihentikan penuntutan berdasarkan permohonan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ) yang diajukan sejumlah kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) yang sebelumnya sebelumnya perkara yersebut dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual.
JamPidim, Asep Mulyana (Foto: Istimewa)
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, di Jakarta, Rabu (16/4/2025), menyebutkan bahwa 8 perkara tersebut, adalah:
1. Tersangka Mahmuddin dari Kejari Padang Lawas, disangka melanggar Pasal Pencurian Sepeda Motor, yang diajukan Kepala Kejaksaan Negeri Padang Lawas, Sinrang, S.H., MH didampingi Kasi Pidum Christian Sinulingga, S.H. M.H. dan Jaksa Fasilitator P.M. Agung Budi Utama Situmorang, S.H. melalui expos.
2. Tersangka I Nyoman Saja dari Kejaksaan Negeri Bangli, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) atau Pasal 351 Ayat (2) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Rusdin Edy alias Edy dari Kejaksaan Negeri Binjai, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
4. Tersangka Ahmad Rafii bin Pardotingan dari Kejaksaan Negeri Mandailing Natal, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan
5. Tersangka Mickhael dari Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP atau Subsidair Pasal 362 KUHP tentang Pencurian jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP.
6. Tersangka Muhammad Irfan Maulana dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-2 KUHP tentang Penadahan
7. Tersangka David Fantori Ikang Fauzi bin Ery Juwanto (Alm) dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian
8. Tersangka I Malastar Saragi, Tersangka II Tumpal Sidauruk, Tersangka III Henri Rusli Sidauruk dari Kejaksaan Negeri Samosir, yang disangka melanggar Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka belum pernah dihukum;
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya Jampidum memerintahkan para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. (bha/kp/agazali).