
JAKARTA, BritaHUKUM.com : Jam-Pidum Kejaksaan Agung, Asep Nana Mulyana, mengabulkan 6 permohonan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ) yang diajukan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari), salah satunya Kajari Denpasar, Agus Setiadi SH MH.
Jam-Pidum Asep Nana Mulyana. (Istimewa)
Jam-Pidum Asep Mulyana, di Jakarta Senin (02/6/2025) kepada wartawan, membenarkan dikabulkannya permohonan RJ Kejari Denpasar.
Adapun perkara tersebut adalah atas nama Tersangka Nur Hadi, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Sebelumnya terhadap perkara tersebut telah dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual yang dihadiri Jampidum Asep Mulyana.
Selain itu, Jampidum Asep Mulyana juga mengabulkan 5 permohonan RJ, yaitu :
1. Tersangka Simon Rarungkuan dari Kejaksaan Negeri Bitung yang disangka melanggar Pasal 167 Ayat (1) KUHP tentang Penyerobotan Lahan.
2. Tersangka Kudrat Hamdani alias Kodrat dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Morotai, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
3. Tersangka Rezha Vilfort Rumagit dari Kejaksaan Negeri Tomohon, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Chandra Hamenda alias Ko Chandra dari Kejaksaan Negeri Bitung, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
5. Tersangka Nal Prison Pgl Inal bin Binu Rusdi dari Kejaksaan Negeri Sijunjung, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka belum pernah dihukum;
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya Jampidum Asep Mulyana memerintahkan para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. (bha/kp/agazali).