
JAKARTA, BritaHUKUM.Com : Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jam Pidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Asep Nana Mulyana, mengabulkan 3 permohonan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ), yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Rokan Hulu, Kejari Lubuk Linggau dan Kejari Ambon.
JamPidum, Asep Nana Mulyana (Foto: Istimeea)
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, di Jakarta, Rabu (07/5/2025), menjelaskan bahwa sebelumnya terhadap perkara tersebut telah dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual yang dihadiri Jampidum Asep Mulyana.
Adapun 2 perkara yang dikabulkan permohonan RJ adalah :
1. Tersangka Sidik Purnomo alias Pur bin Ashad dari Kejaksaan Negeri Rokan Hulu, disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
2. Tersangka Emi Kurpan Panet bin Nurdin Simbolon dari Kejaksaan Negeri Lubuk Linggau, yang disangka melanggar Pertama Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan atau Kedua Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan RJ antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka belum pernah dihukum;
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya Jampidum Asep Mulyana meminta para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” terang JamPidum.
JamPidum juga mengabulkan satu permohonan RJ perkara narkoba atas nama Tersangka Abd Rasyid Marasabessy Alias Cide dari Kejaksaan Negeri Ambon, yang disangka melanggar Pasal 114 ayat (1), Pasal 112 ayat (1) dan pasal 127 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Alasan disetujuinya permohonan rehabilitasi terhadap Tersangka adalah :
• Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik, Tersangka positif menggunakan narkotika;
• Berdasarkan hasil penyidikan dengan menggunakan metode know your suspect, Tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir (end user);
• Tersangka tidak pernah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO);
• Berdasarkan hasil asesmen terpadu, Tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau penyalah guna narkotika;
• Tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali, yang didukung dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang;
• Tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar, dan kurir terkait jaringan narkotika.
Selanjutnya Kepala Kejaksaan Negeri Ambon dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).
“Hal ini berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa,” pungkas JamPidum. (bha/kp/agazali).