
JAKARTA, BritaHUKUM.com : Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-PIDUM) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, mengabulkan 5 permohonan perkara berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).
Jam-Pidum Asep Nana Mulyana (Foto: Istimewa)
Hal tersebut disampaikan Jam-PIDUM Asep Nana Mulyana kepada wartawan di Jakarta, Kamis (20/02/2025),
Jam-PIDUM menyebut bahwa sebelumnya kelima perkara itu telah dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual.
Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Deo Ferdiansyah bin Adi Candra dari Kejaksaan Negeri Lahat, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
Selain itu, Jampidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, yaitu:
* Tersangka Taufikurrahman alias H. Opik dari Kejaksaan Negeri Mataram, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
* Tersangka Karolus K Sogen dari Kejaksaan Negeri Flores Timur, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
* Tersangka Yusan Pragusti alias Gusti dari Kejaksaan Negeri Labuhan Batu, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman.
* Tersangka Masriadi bin Tauhid (Alm) dari Kejaksaan Negeri Mukomuko, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
* Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
* Tersangka belum pernah dihukum.
* Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
* Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
* Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
* Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
* Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
* Pertimbangan sosiologis.
* Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya Jam-PIDUM Asep Mulyana memerintahkan para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. (bha/kp/agazali)