
JAKARTA, BritaHUKUM.com : Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Prof Dr Asep Nana Mulyana SH MHum, mengabulkan permohonan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ) 6 perkara kasus narkoba juga 3 perkara lainnya dari kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) di Indonesia.
JAM-Pidum Asep Nana Mulyana (foto: Istimewa)
JAM-Pidum Asep Nana Mulyana di Jakarta, Senin (10/03/2025) kepada Wartawan mengatakan bahwa sebelumnya terhadap ke 6 perkara tersebut telah dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual.
Adapun ke 6 perkara tersebut adalah :
1. Tersangka Leonardo bin Joko Purnomo dari Kejaksaan Neger (Kejari) Subussalam;
2. Tersangka Fera Wati binti Halim dari Kejsksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara;
3. Tersangka Indra Pandu Wahyu Utomo bin Djati Asmoro Krisno dari Krjaksaan Negeri (Kejari) Kebumen;
4. Tersangka Rifka Hakim Haryono alias Bg bin Haryono dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Sragen;
5. Tersangka Bangkit Zulfikar als Kimen bin Kodir Harahap dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Cilacap
6. Tersangka Pupung bin Sumarto (Alm) dari Kejaksaan Negeri (Kejari Jakarta Utara,
Keenam tersangka tersebut melanggar Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Alasan disetujuinya permohonan rehabilitasi terhadap para Tersangka yaitu:
• Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik, para Tersangka positif menggunakan narkotika;
• Berdasarkan hasil penyidikan dengan menggunakan metode know your suspect, para Tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir (end user);
• Para Tersangka tidak pernah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO);
• Berdasarkan hasil asesmen terpadu, para Tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau penyalah guna narkotika;
• Para Tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali, yang didukung dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang;
• Para Tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar, dan kurir terkait jaringan narkotika.
Selanjutnya Jampidum Asep Mulyana memerintahkan para Kajari untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Hal ini berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa,” pungkas Jampidum.
Saat yang sama Jampidum Asep Mulyana juga mengabulkan 3 permohonan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).
Ketiga berkas perkara itu adalah ;
1. Tersangka Aris Setiawan als Kilang bin Tatang dari Kejari Tangerang Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka Marzuki Sahar dari Kejari Flores Timur, melanggar Pasal 80 Ayat (1) Jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
3. Tersangka Derajat Santoso bin Rejop dari Kejari Ogan Komering Ulu Selatan, lmelanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka belum pernah dihukum;
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya Jampidum Asep Mulyana memerintahkan para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. (bha/kp.sam/agazali).