
SAMARINDA, Brita HUKUM : Diduga melakukan penyerobotan lahan melawan hukum, PT Mahakam Sumber Jaya (MSJ) PT Harmoni Panca Utama (HPU) dan PT Thiess Contraktor Indonesia (Thiess) di Gugat Ganti Rugi senilai Rp4,4 Triliun, yang saat ini dalam proses sidang di Pengadilan Negeri Samarinda.
Gedung PN Samarinda (Foto: IST).
Hal tersebut diungkapkan Muhammad Ridwan, selaku Kuasa Hukum Penggugat kepada pewarta, Rabu (16/4/2025).
Gugatan pemilik lahan Adiana, Warga Jl. Pemuda Rt. 006, Desa Separi Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) melalui Kuasa Hukum Muhammad Ridwan, S.H dkk, dari Advokat & Konsultan Hukum Muhammad Ridwan, S.H & Rekan berkedudukan di Desa Separi Kabupaten Kutai Kartanegara.
Gugatan melawan hukum dilayangkan ke Pengadilan Negeri Samarinda yang saat ini dalam proses persidangan terdaftar dengan nomor perkara : 14/Pdt.G/2025/PN Smr.
Gugatan atas Perbuatan Melawan Hukum terhadap PT MSJ yang berkedudukan di JI. Batubara No. 8, Kecamatan. Samarinda Ulu, Kota Samarinda sebagai tergugat I, dan PT HPU berkedudukan di Jl. PM. Noor seberang Perumahan Bumi Sempaja, Samarinda sebagai tergugat II serta PT Thiess Contraktor Indonesia, berkedudukan di Kecamatan Marangkayu, Kukar, sebagai tergugat III, juga Sugeng Riadi sebagai Kepala Desa Bukit Pariaman, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kukar sebagai Turut Tergugat I, dan Sugianto, selaku Tim pembebasan lahan sebagai Turut Tergugat II
Kuasa Hukum penggugat Muhammad Ridwan juga mengungkapkan bahwa adapun dasar-dasar hukum diajukan gugatan onrechtmatige daad ini, sebagai perbuatan melawa. Hukum dari segi sumber penggugat menggugat tuntutan ganti rugi adalah;
1. Bahwa perbuatan onrechtmatige daad a quo, lahir karena UU sendiri menentukan
bukan karena perjanjian berdasarkan persetujuan demikian ketentuan Pasal 1332 KUHPerdata. Frasa perbuatan orang, bisa perbuatan sesuai hukum (Rechtmatig), bisa Onrechtmatig, bisa dalam bentuk Factum Delictum (pelanggaran pidana) dan bisa berbentuk Law Of Tort (kesalahan perdata), atau bertindih sekaligus delik pidana dan
kesalahan perdata, apabila kedua kesalahan itu bertindih berbarengan, maka sekaligus dapat dituntut civil liability ataupertanggung jawaban perdata dan hukuman pidana;
2. Bahwa PMH tidak diperlukan pernyataan lalai (Ingeberkestelling), jika terjadi langsung timbul hak menuntut (rechtsvordering), dan dari segi tuntutan ganti rugi diatur Pasal 1365 KUHPerdata.

Lahan KT. Benuang Jaya, luas Lahan 851 Ha yang diduga diserobot. (Foto: Loyer Muh Ridwan).
Selaku kuasa penggugat Muhammad Ridwan menegaskan bahwa Penggugat adalah pemegang / pemilik sah sebidang tanah hak pakai / hak garap turun temurun, seluas kurang lebih 851,8 yang terletak diwilayah Rt. 11 Dusun Berambai Desa Bukit Pariaman Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kukar.
Berdasarkan Surat Keterangan Kepemilikan Tanah (SKPT) prodak Pemerintah Kabupaten Kukar, Desa Separi. sebagai Alas Hak, dengan No. : 005/2017/KD/SPR/95, tertanggal, 17 Juni 1995 yang diperoleh dari Kepala Desa Separi, Kecamatan Tenggarong.
Demikian juga dengan Surat Rekomendasi Adat dari Waris Sultan Adji Muhammad Parikesit, Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, No.16/SEKKAW/KKKN/VII/ 1995, tanggal 28 Juli 1995.
Juga rekomendasi Putra Mahkota Kesultanan Kutai Ketanegara Ing Martadipura, No. 071/SEK-KD/KK/VII/2011, tanggal, 18 Juli 2011, sebut Muhammad Ridwan dalam gugatannya.
“Hak Pakai/Garap yang dimiliki Klien Kami, berdasarkan Peraturan : UUPA No. 05 Thn 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria, Pasal, 2, 5, 16, 20, 27 & 41, Salanjutnya disebut obyek tanah,” tegas Muhammad Ridwan.
Bahwa “Objek Tanah” a quo sejak awal (semula) adalah tanah waris hak adat
(Ulayat) milik pewaris Sultan Adji Muhammad Parikesit dari Kesultanan Kutai
Kartanegara Ing Martadipura, BUKAN Tanah Negara bebas;
Bahwa diketahui, Penggugat telah menguasai, merawat, mengelolah, dan memamfaatkan turun temurun sebagai lahan garap / hak Pakai sejak Tahun 1995 dan mengerjakan ladang dengan tanaman jangkar panjang, maupun jangka pendek sampai gugatan a quo diajukan, yang berarti sudah 29 Tahun berjalan dan sampai hari ini belum ada perubahan status milik sesuai hukum yang berlaku;
Bahwa lebih dari itu, sejak Penggugat memperoleh “Objek Tanah” Penggugat tidak
dan belum pernah ada gangguan apapun dari pihak lain (siapa saja), baik tetangga
batas-batas tanah maupun masyarakat setempat;
Bahwa patut menjadi catatan khusus, sampai hari ini pula, hak garap atau hak pakai atas “Tanah Terperkara” tidak dan belum pernah dijual, dialihkan dan atau memberikan izin hak garap kepada pihak manapun, tanpa ada yang dikecualikan, apa lagi kepada Para Tergugat.
Maka berdasarkan bukti Penggugat, maka cukup alasan bagi Penggugat mohon Bapak Ketua Pengadilan menyatakan/memutus Penggugat adalah pemilik sah “Tanah Terperkara” menurut hukum dan turunan dari padanya;
Perbuatan melawan hukum Penggugat
adalah pemegang/pemilik sah “Objek Tanah”, maka ex lege berdasarkan Pasal 28H ayat (4) dan Pasal 28J ayat (1) UUD 1945, hak-hak menjdi pasti hak-hak subjektif/hak perdata Penggugat harus dilindungi, karena dijamin konstitusi, dan tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun;
Bahwa ternyata, sejak Tahun 2011, sampai saat ini, Tergugat I, belum melakukan
kompensasi setiap titik bor kepada Penggugat, dan Para Tergugat, secara tanpa hak dan melawan hukum telah melakukan operasional produksi tanpa menunaikan kewajiban hukumnya terlebih dahulu, berupa mengambil alih, menguasai, merusak dan melakukan Eksploitasi, diatas “Tanah Terperkara” milik Penggugat, sebagai dimaksud Pasal 135, dan Penjelasan Pasal 135 & 136, UU No. 4 Tahun 2009.
Bahwa Tergugat tetap melaksanakan Eksplorasi dan Eksploitasi diatas “Objek Tanah” milik penggugat,
Bahwa Penggugat telah berusaha menegur, menghalangi dan mensomasi Para
Tergugat, supaya menghentikan dan mengosongkan “Tanah Terperkara” milik
Penggugat, dan keluar dari “Objek Tanah dengan memasang baliho bahkan tetap tidak mau menghentikan, aktifitas penambangan diatas “Objek Tanah” tersebut;
Bahwa Penggugat telah mengalami kerugian secara nyata, yang jumlahnya harus dibayar oleh Para Tergugat kepada Penggugat, sebagai pemilik “Objek Tanah” yang sah menurut Undang-undang, dengan kerugian senilai Rp4,4 Triliun dengan rincuan kerugian Materil senilai Rp1.227.001.620.000,- (Rp1,2 Triliun) dan kerugian Inmateril Rp3.220.000.000.000,- (Rp3,2 Triliun), tegas Muhammad Ridwan.
Dikatakan bahwa dari total tuntutan ganti rugi Materil Rp1,227 Triliun, yaitu :
– Tergugat I senilai Rp.859.459.000.000,-
– Tergugat II senilai Rp.83.771.310.000,-
– Tergugat III senilai Rp.83.771.310.000,-
– Turut Tergugat I senilai Rp100 Miliar
– Turut Tergugat II senilai Rp100 Miliar
Berdasarkan fakta-fakta yuridis, Penggugat mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim, yang memeriksa dan mengadili perkara a quo, berkenan memutus :
1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Para Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH), atau onrechtmatige daad;
3. Memutus dan menyatakan Penggugat adalah pemegang/pemilik sah tanah hak pakai/tanah hak garap seluas kurang lebih 851,8 Ha.
4. Menghukum Para Tergugat membayar ganti rugi kepada Penggugat dalam jangka waktu 14 (Empat belas) hari setelah putusan ini dijatuhkan.
5. Menghukum Para Tergugat membayar uang paksa (dwangsom) untuk setiap hari
keterlambatan melaksanakan isi putusan masing-masing sebesar Rp.2.500.000,-
(Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah)
6. Menyatakan sah dan berharga Sita jaminan (conservatoir beslag) atas harta kekayaan milik ParaTergugat berupa : Alat dan peralatan Tambang yang dipergunakan, melakukan operasional produksi di atas “Objek Tanah”.
7. Memerintahkan Para Tergugat untuk patuh, taat dan tunduk melaksanakan isi
putusan, jika tidak melaksanakan harus dianggap pembangkangan terhadap perintah yang sah in casu instansi peradilan, pungkas Muhammad Ridwan, Kuasa Hukum Penggugat. (bha/bko/agazali).